Kurang
lebih pada enam juta tahun silam, seekor burung raksasa dengan bentuk
yang mengejutkan terbang di atas sebuah padang rumput yang tak bertepi
dalam sekilas pandang di wilayah Argentina. Bentuknya menyerupai pesawat
mini model masa kini, dengan bobot lebih dari 60 kg. Namun burung
raksasa Argentavis Argentina yang sudah punah ini tidak memiliki otot
yang cukup kuat untuk mendorong sepasang sayapnya agar bisa terbang di
angkasa. Karena itu bagaimana sebenarnya burung ini mampu terbang di
angkasa luas, dahulu hal ini merupakan misteri yang sulit dipecahkan.
Kasus
ini telah membuat bingung ahli paleontologi selama beberapa dasarwarsa.
Namun dalam laporan investigasi yang dipublikasikan beberapa waktu lalu
peneliti asal AS menemukan bahwa, pada dasarnya burung raksasa
prasejarah ini adalah seekor ahli peluncur dan hewan tersebut tahu
bagaimana menggunakan arus udara panas untuk terbang. Dalam sebuah forum
komunikasi akademi ilmu pengetahuan AS, profesor geologi dari museum
Institut Sains dan Teknologi Texas, Chartez mengatakan, "begitu naik ke
angkasa, maka terbang pun tidak lagi menjadi soal bagi burung raksasa
Argentina ini."
Chartez memimpin sebuah tim ahli, dengan prinsip teori dinamika udara (aerodinamika) meneliti prinsip terbang burung prasejarah ini, sekaligus menganalisa parameter terbang burung raksasa Argentina ini dengan simulasi terbang. Hasil penelitian mereka menunjukkan, bahwa seperti kebanyakan burung darat berpostur besar lainnya. Di mana meski tidak kuat untuk terbang karena postur mereka yang terlalu besar, namun burung raksasa ini malah dapat meluncur dengan mudahnya, dengan kecepatan terbang saat kondisi memungkinkan mencapai 100 km lebih.
Seperti misalnya gypsfulvus (sejenis elang bangkai), burung raksasa Argentina memerlukan arus udara panas
yang
naik dari pegunungan andes saat terbang, uap yang naik di padang
rumput. Dan seperti burung berpostur besar lainnya, burung raksasa
Argentina terbang berputar menggunakan arus udara panas, dalam jarak
penerbangan dari sarang sampai menangkap mangsa, burung raksasa ini
terbang dan terbang lagi dengan menggunakan uap panas.
Chartez mengatakan: "masalah terbesar yang dihadapi oleh burung raksasa Argentina ini saat terbang adalah bagaimana caranya meninggalkan permukaan, sebab saat berdiri di permukaan tanah, sang burung raksasa sama sekali tidak dapat terbang. Sehingga dengan demikian, burung raksasa ini mungkin terbang dengan menggunakan sayap peluncur seperti pilot."


Chartez memimpin sebuah tim ahli, dengan prinsip teori dinamika udara (aerodinamika) meneliti prinsip terbang burung prasejarah ini, sekaligus menganalisa parameter terbang burung raksasa Argentina ini dengan simulasi terbang. Hasil penelitian mereka menunjukkan, bahwa seperti kebanyakan burung darat berpostur besar lainnya. Di mana meski tidak kuat untuk terbang karena postur mereka yang terlalu besar, namun burung raksasa ini malah dapat meluncur dengan mudahnya, dengan kecepatan terbang saat kondisi memungkinkan mencapai 100 km lebih.
Seperti misalnya gypsfulvus (sejenis elang bangkai), burung raksasa Argentina memerlukan arus udara panas


Chartez mengatakan: "masalah terbesar yang dihadapi oleh burung raksasa Argentina ini saat terbang adalah bagaimana caranya meninggalkan permukaan, sebab saat berdiri di permukaan tanah, sang burung raksasa sama sekali tidak dapat terbang. Sehingga dengan demikian, burung raksasa ini mungkin terbang dengan menggunakan sayap peluncur seperti pilot."