Ke unikkan Bangsa Jepang
- Di Jepang, angka “4″ dan “9″ tidak disukai, sehingga sering
tidak ada nomer kamar “4″ dan “9″. “4″ dibaca “shi” yang sama bunyinya
dengan yang berarti “mati”, sedang “9″ dibaca “ku”, yang sama bunyinya
dengan yang berarti “kurushii/sengsara”
- Orang Jepang menyukai angka “8″. Harga-harga barang kebanyakan
berakhiran “8″. Susu misalnya 198 yen. Tapi karena aturan sekarang ini
mengharuskan harga barang yang dicantumkan sudah harus memasukkan pajak,
jadi mungkin kebiasaan ini akan hilang. (Pasar = Yaoya = tulisan
kanjinya berbunyi happyaku-ya atau toko 800)
- Kalau musim panas, drama di TV seringkali menampilkan hal-hal yang seram (hantu)
- Drama detektif di TV, bunyi sirene (kyukyusha) biasanya muncul pada
menit-menit awal. Di akhir cerita, sebelum perkelahian mati-matian
biasanya penjahat selalu menceritakan semua rahasia kejahatannya.
- Cara baca tulisan Jepang ada dua style : yang sama dengan buku
berhuruf Roman alphabet huruf dibaca dari atas ke bawah, dan yang kedua
adalah dari kolom paling kanan ke arah kiri. Sehingga bagian depan dan
belakang buku berlawanan dengan buku Roman alphabet (halaman muka berada
di “bagian belakang”).
- Kita (orang Indonesia) dan rekan-rekan dari Asia Tenggara lainnya
umumnya kalau jiko-shokai (memperkenalkan diri) sering memulai dengan
“minasan, konnichiwa” atau “minasan, konbanwa”. Mungkin ini karena
kebiasaan bahasa Indonesia untuk selalu memulai pidato dengan ucapan
selamat malam, dsb. Tapi untuk pendengaran orang Jepang, rasanya
janggal, karena mirip siaran berita di TV. Seharusnya dimulai dengan
langsung menyebut nama dan afiliasi. Misalnya “Tanaka ken M1 no Anto
desu….dst.”, tidak perlu dengan “Minasan..konnichiwa…”.
- Kesulitan pertama yang muncul dalam urusan administratif di Jepang,
kalau ditanya : “family name anda apa ? “, karena kita tidak ada
keharusan di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara untuk
mencantumkan family name.
- Kalau kita memperoleh undangan yang meminta konfirmasi hadir atau
tidak, biasanya kita harus mengirimkan balik kartu pos. Salah satu
manner adalah mencoret huruf 御 pada pilihan : 御欠席 /出席. Juga mencoret
akhiran 様 pada nama kita yang tercantum sebagai pengirim pada kartupos
tersebut. Ini adalah adat Jepang, agar kita selalu rendah hati, yang
ditunjukkan dengan menghindari/mencoret 御 dan 様 pada kartu pos balasan.
- Kalau kita membubuhkan tanda tangan, kadang akan ditanya orang
Jepang : ini bacanya bagaimana ? Kalau di Jepang saat diperlukan tanda
tangan (misalnya di paspor, dsb.) umumnya menuliskan nama mereka dalam
huruf Kanji, sehingga bisa terbaca dengan jelas. Sedangkan kita biasanya
membuat singkatan atau coretan sedemikian hingga tidak bisa
ditiru/dibaca oleh orang lain.
- Acara TV di Jepang didominasi oleh masak memasak
- Fotocopy di Jepang self-service, sedangkan di Indonesia di-service.
- Jika naik taxi di Jepang, pintu dibuka dan ditutup oleh supir. Penumpang dilarang membuka dan menutupnya sendiri.
- Tanda tangan di Jepang hampir tidak pernah berlaku untuk keperluan
formal, melainkan harus memakai hanko/inkan/cap. Jenis hanko di Jepang
ada beberapa, a.l. jitsu-in, ginko-in, dan mitome-in Jadi satu orang
kadang memiliki beberapa jenis inkan, untuk berbagai keperluan. Jitsu-in
adalah inkan yang dipakai untuk keperluan yang sangat penting, seperti
beli rumah, beli mobil, untuk jadi guarantor, dsb. jenis ini
diregisterkan ke shiyakusho. Ginko-in adalah jenis inkan yang dipakai
untuk khusus membuat account di bank. inkan ini diregisterkan ke bank.
Mitome-in dipakai untuk keperluan sehari-hari, dan tidak diregisterkan.
- Naik sepeda tidak boleh boncengan (kecuali memboncengkan anak-anak)
- Ajakan makan bersama belum tentu berarti anda ditraktir, tapi bisa jadi bayar sendiri-sendiri.
- Di Jepang sulit mencari mesin ketik
- Pernah nggak melihat cara orang Jepang menghitung “satu”, “dua”,
“tiga”,…. dengan jari tangannya ? Kalau rekan-rekan perhatikan, ada
perbedaan dengan kebiasaan orang Indonesia. Orang Indonesia umumnya
mulai dari tangan dikepal dan saat menghitung “satu”, jari kelingking
ditegakkan. Menghitung “dua”, jari manis ditegakkan, dst. Kalau orang
Jepang, setahu saya, kebalikannya. Mereka selalu mulai dari telapak
tangan terbuka, dan cara menghitungnya kebalikan orang Indonesia. Saat
bilang “satu”, maka jarinya akan ditekuk/ditutupkan ke telapak tangan.
Misalnya Nggak percaya ? Coba deh…jikken dengan teman Jepang anda.
- Cara menulis angka : 7 (tujuh). Kebiasaan orang Indonesia selalu
menambahkan coret kecil di kaki angka 7 (mirip huruf “NU” katakana : ヌ).
Di Jepang selalu dididik menulis 7 persis seperti huruf ketik (tanpa
coretan nya orang Indonesia), jadi mirip huruf katakana “FU” (フ) atau
“WA” (ワ). Saat saya riset handwriting numeral recognition, saya lihat
ratusan tulisan tangan orang Jepang tentang angka 7, dan tidak ada satu
pun yang sama dengan yang “made in Indonesia”. Moral of the story :
Hati-hati kalau menulis alamat, formulir atau dokumen lainnya di Jepang.
Sedapat mungkin usahakan sama dengan standard Jepang. Kalau nggak,
belum tentu dapat difahami oleh orang Jepang bahwa anda menulis angka
“tujuh”.
- Di Jepang, angka “4″ dan “9″ tidak disukai, sehingga sering tidak
ada nomer kamar “4″ dan “9″. “4″ dibaca “shi” yang sama bunyinya dengan
yang berarti “mati”, sedang “9″ dibaca “ku”, yang sama bunyinya dengan
yang berarti “kurushii/sengsara”
- Orang Jepang menyukai angka “8″. Harga-harga barang kebanyakan
berakhiran “8″. Susu misalnya 198 yen. Tapi karena aturan sekarang ini
mengharuskan harga barang yang dicantumkan sudah harus memasukkan pajak,
jadi mungkin kebiasaan ini akan hilang. (Pasar = Yaoya = tulisan
kanjinya berbunyi happyaku-ya atau toko 800)
- Kalau musim panas, drama di TV seringkali menampilkan hal-hal yang seram (hantu)
- Drama detektif di TV, bunyi sirene (kyukyusha) biasanya muncul pada
menit-menit awal. Di akhir cerita, sebelum perkelahian mati-matian
biasanya penjahat selalu menceritakan semua rahasia kejahatannya.
- Cara baca tulisan Jepang ada dua style : yang sama dengan buku
berhuruf Roman alphabet huruf dibaca dari atas ke bawah, dan yang kedua
adalah dari kolom paling kanan ke arah kiri. Sehingga bagian depan dan
belakang buku berlawanan dengan buku Roman alphabet (halaman muka berada
di “bagian belakang”).
- Kita (orang Indonesia) dan rekan-rekan dari Asia Tenggara lainnya
umumnya kalau jiko-shokai (memperkenalkan diri) sering memulai dengan
“minasan, konnichiwa” atau “minasan, konbanwa”. Mungkin ini karena
kebiasaan bahasa Indonesia untuk selalu memulai pidato dengan ucapan
selamat malam, dsb. Tapi untuk pendengaran orang Jepang, rasanya
janggal, karena mirip siaran berita di TV. Seharusnya dimulai dengan
langsung menyebut nama dan afiliasi. Misalnya “Tanaka ken M1 no Anto
desu….dst.”, tidak perlu dengan “Minasan..konnichiwa…”.
- Kesulitan pertama yang muncul dalam urusan administratif di Jepang,
kalau ditanya : “family name anda apa ? “, karena kita tidak ada
keharusan di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara untuk
mencantumkan family name.
- Kalau kita memperoleh undangan yang meminta konfirmasi hadir atau
tidak, biasanya kita harus mengirimkan balik kartu pos. Salah satu
manner adalah mencoret huruf 御 pada pilihan : 御欠席 /出席. Juga mencoret
akhiran 様 pada nama kita yang tercantum sebagai pengirim pada kartupos
tersebut. Ini adalah adat Jepang, agar kita selalu rendah hati, yang
ditunjukkan dengan menghindari/mencoret 御 dan 様 pada kartu pos balasan.
- Kalau kita membubuhkan tanda tangan, kadang akan ditanya orang
Jepang : ini bacanya bagaimana ? Kalau di Jepang saat diperlukan tanda
tangan (misalnya di paspor, dsb.) umumnya menuliskan nama mereka dalam
huruf Kanji, sehingga bisa terbaca dengan jelas. Sedangkan kita biasanya
membuat singkatan atau coretan sedemikian hingga tidak bisa
ditiru/dibaca oleh orang lain.
- Acara TV di Jepang didominasi oleh masak memasak
- Fotocopy di Jepang self-service, sedangkan di Indonesia di-service.
- Jika naik taxi di Jepang, pintu dibuka dan ditutup oleh supir. Penumpang dilarang membuka dan menutupnya sendiri.
- Tanda tangan di Jepang hampir tidak pernah berlaku untuk keperluan
formal, melainkan harus memakai hanko/inkan/cap. Jenis hanko di Jepang
ada beberapa, a.l. jitsu-in, ginko-in, dan mitome-in Jadi satu orang
kadang memiliki beberapa jenis inkan, untuk berbagai keperluan. Jitsu-in
adalah inkan yang dipakai untuk keperluan yang sangat penting, seperti
beli rumah, beli mobil, untuk jadi guarantor, dsb. jenis ini
diregisterkan ke shiyakusho. Ginko-in adalah jenis inkan yang dipakai
untuk khusus membuat account di bank. inkan ini diregisterkan ke bank.
Mitome-in dipakai untuk keperluan sehari-hari, dan tidak diregisterkan.
- Naik sepeda tidak boleh boncengan (kecuali memboncengkan anak-anak)
- Ajakan makan bersama belum tentu berarti anda ditraktir, tapi bisa jadi bayar sendiri-sendiri.
- Di Jepang sulit mencari mesin ketik
- Pernah nggak melihat cara orang Jepang menghitung “satu”, “dua”,
“tiga”,…. dengan jari tangannya ? Kalau rekan-rekan perhatikan, ada
perbedaan dengan kebiasaan orang Indonesia. Orang Indonesia umumnya
mulai dari tangan dikepal dan saat menghitung “satu”, jari kelingking
ditegakkan. Menghitung “dua”, jari manis ditegakkan, dst. Kalau orang
Jepang, setahu saya, kebalikannya. Mereka selalu mulai dari telapak
tangan terbuka, dan cara menghitungnya kebalikan orang Indonesia. Saat
bilang “satu”, maka jarinya akan ditekuk/ditutupkan ke telapak tangan.
Misalnya Nggak percaya ? Coba deh…jikken dengan teman Jepang anda.
- Cara menulis angka : 7 (tujuh). Kebiasaan orang Indonesia selalu
menambahkan coret kecil di kaki angka 7 (mirip huruf “NU” katakana : ヌ).
Di Jepang selalu dididik menulis 7 persis seperti huruf ketik (tanpa
coretan nya orang Indonesia), jadi mirip huruf katakana “FU” (フ) atau
“WA” (ワ). Saat saya riset handwriting numeral recognition, saya lihat
ratusan tulisan tangan orang Jepang tentang angka 7, dan tidak ada satu
pun yang sama dengan yang “made in Indonesia”. Moral of the story :
Hati-hati kalau menulis alamat, formulir atau dokumen lainnya di Jepang.
Sedapat mungkin usahakan sama dengan standard Jepang. Kalau nggak,
belum tentu dapat difahami oleh orang Jepang bahwa anda menulis angka
“tujuh”.
- Di Jepang, angka “4″ dan “9″ tidak disukai, sehingga sering tidak
ada nomer kamar “4″ dan “9″. “4″ dibaca “shi” yang sama bunyinya dengan
yang berarti “mati”, sedang “9″ dibaca “ku”, yang sama bunyinya dengan
yang berarti “kurushii/sengsara”
- Orang Jepang menyukai angka “8″. Harga-harga barang kebanyakan
berakhiran “8″. Susu misalnya 198 yen. Tapi karena aturan sekarang ini
mengharuskan harga barang yang dicantumkan sudah harus memasukkan pajak,
jadi mungkin kebiasaan ini akan hilang. (Pasar = Yaoya = tulisan
kanjinya berbunyi happyaku-ya atau toko 800)
- Kalau musim panas, drama di TV seringkali menampilkan hal-hal yang seram (hantu)
- Drama detektif di TV, bunyi sirene (kyukyusha) biasanya muncul pada
menit-menit awal. Di akhir cerita, sebelum perkelahian mati-matian
biasanya penjahat selalu menceritakan semua rahasia kejahatannya.
- Cara baca tulisan Jepang ada dua style : yang sama dengan buku
berhuruf Roman alphabet huruf dibaca dari atas ke bawah, dan yang kedua
adalah dari kolom paling kanan ke arah kiri. Sehingga bagian depan dan
belakang buku berlawanan dengan buku Roman alphabet (halaman muka berada
di “bagian belakang”).
- Kita (orang Indonesia) dan rekan-rekan dari Asia Tenggara lainnya
umumnya kalau jiko-shokai (memperkenalkan diri) sering memulai dengan
“minasan, konnichiwa” atau “minasan, konbanwa”. Mungkin ini karena
kebiasaan bahasa Indonesia untuk selalu memulai pidato dengan ucapan
selamat malam, dsb. Tapi untuk pendengaran orang Jepang, rasanya
janggal, karena mirip siaran berita di TV. Seharusnya dimulai dengan
langsung menyebut nama dan afiliasi. Misalnya “Tanaka ken M1 no Anto
desu….dst.”, tidak perlu dengan “Minasan..konnichiwa…”.
- Kesulitan pertama yang muncul dalam urusan administratif di Jepang,
kalau ditanya : “family name anda apa ? “, karena kita tidak ada
keharusan di Indonesia dan beberapa negara Asia Tenggara untuk
mencantumkan family name.
- Kalau kita memperoleh undangan yang meminta konfirmasi hadir atau
tidak, biasanya kita harus mengirimkan balik kartu pos. Salah satu
manner adalah mencoret huruf 御 pada pilihan : 御欠席 /出席. Juga mencoret
akhiran 様 pada nama kita yang tercantum sebagai pengirim pada kartupos
tersebut. Ini adalah adat Jepang, agar kita selalu rendah hati, yang
ditunjukkan dengan menghindari/mencoret 御 dan 様 pada kartu pos balasan.
- Kalau kita membubuhkan tanda tangan, kadang akan ditanya orang
Jepang : ini bacanya bagaimana ? Kalau di Jepang saat diperlukan tanda
tangan (misalnya di paspor, dsb.) umumnya menuliskan nama mereka dalam
huruf Kanji, sehingga bisa terbaca dengan jelas. Sedangkan kita biasanya
membuat singkatan atau coretan sedemikian hingga tidak bisa
ditiru/dibaca oleh orang lain.
- Acara TV di Jepang didominasi oleh masak memasak
- Fotocopy di Jepang self-service, sedangkan di Indonesia di-service.
- Jika naik taxi di Jepang, pintu dibuka dan ditutup oleh supir. Penumpang dilarang membuka dan menutupnya sendiri.
- Tanda tangan di Jepang hampir tidak pernah berlaku untuk keperluan
formal, melainkan harus memakai hanko/inkan/cap. Jenis hanko di Jepang
ada beberapa, a.l. jitsu-in, ginko-in, dan mitome-in Jadi satu orang
kadang memiliki beberapa jenis inkan, untuk berbagai keperluan. Jitsu-in
adalah inkan yang dipakai untuk keperluan yang sangat penting, seperti
beli rumah, beli mobil, untuk jadi guarantor, dsb. jenis ini
diregisterkan ke shiyakusho. Ginko-in adalah jenis inkan yang dipakai
untuk khusus membuat account di bank. inkan ini diregisterkan ke bank.
Mitome-in dipakai untuk keperluan sehari-hari, dan tidak diregisterkan.
- Naik sepeda tidak boleh boncengan (kecuali memboncengkan anak-anak)
- Ajakan makan bersama belum tentu berarti anda ditraktir, tapi bisa jadi bayar sendiri-sendiri.
- Di Jepang sulit mencari mesin ketik
- Pernah nggak melihat cara orang Jepang menghitung “satu”, “dua”,
“tiga”,…. dengan jari tangannya ? Kalau rekan-rekan perhatikan, ada
perbedaan dengan kebiasaan orang Indonesia. Orang Indonesia umumnya
mulai dari tangan dikepal dan saat menghitung “satu”, jari kelingking
ditegakkan. Menghitung “dua”, jari manis ditegakkan, dst. Kalau orang
Jepang, setahu saya, kebalikannya. Mereka selalu mulai dari telapak
tangan terbuka, dan cara menghitungnya kebalikan orang Indonesia. Saat
bilang “satu”, maka jarinya akan ditekuk/ditutupkan ke telapak tangan.
Misalnya Nggak percaya ? Coba deh…jikken dengan teman Jepang anda.
- Cara menulis angka : 7 (tujuh). Kebiasaan orang Indonesia selalu
menambahkan coret kecil di kaki angka 7 (mirip huruf “NU” katakana : ヌ).
Di Jepang selalu dididik menulis 7 persis seperti huruf ketik (tanpa
coretan nya orang Indonesia), jadi mirip huruf katakana “FU” (フ) atau
“WA” (ワ). Saat saya riset handwriting numeral recognition, saya lihat
ratusan tulisan tangan orang Jepang tentang angka 7, dan tidak ada satu
pun yang sama dengan yang “made in Indonesia”. Moral of the story :
Hati-hati kalau menulis alamat, formulir atau dokumen lainnya di Jepang.
Sedapat mungkin usahakan sama dengan standard Jepang. Kalau nggak,
belum tentu dapat difahami oleh orang Jepang bahwa anda menulis angka
“tujuh”.
Copyright © 2019
copydiwan
Weblog
Disain dan Penulis : D I W A N ( Kolaka, Sulawesi Tenggara )