“Aku ga tau bisa dateng atau ga ke nikahan dia” sontak, isi sms seorang teman tersebut seolah menjadi bukti bahwa jodoh itu memang diatur dengan sangat indah oleh Sang Maha Pencipta. Betapapun kita berusaha untuk mengupayakannya namun tetap Dia yang memutuskan.
Tidak ada yang menjamin bahwa hubungan yang telah terjalin dengan sangat baik dapat berakhir di pelaminan. Aku mengenal dua orang sahabat yang pernah melangkahkan kaki seirama, beriringan dalam ikatan amanah. Banyaknya interaksi membuat mereka dekat. Kedekatan keduanya memang sulit terdeteksi oleh orang-orang. Hubungan yang terus dipupuk dan tumbuh itu kemudian mekar dengan lahirnya niatan sang pria untuk meminang sang gadis impian demi sebuah hubungan yang jauh lebih halal. Tapi semua tidak berjalan dengan sempurna.
“Aku batal menikah dengannya”ujarmu saat kau bercerita hari itu. Aku yang mendengar hanya bisa tertegun, diam. Mencoba untuk membesarkan hatimu bahwa jodoh itu sudah diatur dan jika memang berjodoh Insyaallah pasti dipertemukan kembali.
Aku pun bertanya apa yang menjadi penyebab kegagalan pernikahan tersebut. Dengan suara parau dan nada sedih kau mengatakan bahwa ada sedikit perbedaan pandangan dari keluarga perempuan. Ah, aku ikut sedih saat itu. Membayangkan betapa hancurnya hatimu dan hati sang wanita ketika pernikahan batal karena adanya perbedaan pendapat di antara keluarga. Aku pun sadar bahwa menikah bukan sekedar menyatukan dua orang manusia dalam suatu ikatan. Lebih jauh menikah merupakan janji yang mampu mengikat dua orang keluarga, dua sistem yang mungkin bersebrangan satu sama lain. Dan ketika terdapat celah di salah satunya maka menikah justru bisa menjadi masalah.
Padahal tahukah engkau sahabat. Bahwa setiap orang mengira kalian akan bersatu dalam sebuah janji suci. Kau dan dia sesungguhnya sangatlah serasi. Kau sholeh dan dia sholehah. Dia dewasa kau pun juga.
Tapi, Mungkin tuhan telah menciptakan skenario yang jauh lebih indah dari apa yang sudah kita bayangkan selama ini. Dalam hati berharap dia yang akan menikah denganmu, tapi mungkin Allah telah menyiapkan calon pengganti yang jauh lebih menyejukkan hati. Dalam doa terselip untaian kata untuk menjadi pasangannya, namun Allah lebih tahu mana yang akan berakhir dengan kisah bahagia.
Kini dia, sang wanita telah menyiapkan pernikahannya. Bersiap untuk menjadi seorang istri sholehah. Seperti yang aku dan kau pun tahu, bahwa pria yang mempersuntingnya bukan engkau wahai sahabat. Aku tak tahu siapa pria itu. Tapi seperti yang aku dan kau pun yakini bahwa laki-laki tersebut pasti bukan pria asal-asalan. Dia pasti laki-laki dengan segudang prestasi, dengan segenap keluarbiasaan sama halnya dengan sang wanita. Tidak, bukan berarti kau tidak berprestasi. Bukan berarti kau tidak luar biasa. Tapi, seperti apa yang ustad pernah sampaikan
“Wanita yang kau cintai mungkin memang wanita yang terbaik, tapi tidak terbaik untukmu. Dia terbaik untuk orang lain”.
Kini taujih saat itu seolah kembali berdengung di telingaku. Aku sejenak berpikir, mungkin pria yang namanya tertera di undangan tersebut adalah pria yang terbaik buat dia, teman wanita kita. Aku percaya kau pasti memiliki pikiran yang sama.
Tak usah kau sembunyikan sahabat, tak usah kau tutup-tutupi. Aku tahu kau sedih. Aku tahu mungkin saat ini hatimu sedang kalut, remuk redam. Mungkin saja kau berandai-andai bahwa harusnya namamu yang tertera di undangan itu. Tidak apa apa, berceritalah.
Dari sms mu aku bisa merasakan betapa kekecewaan itu masih terpendam. Saat kau ragu akan ajakanku untuk datang ke walimahnya. Kau yang biasanya bersemangat setiap kali ada undangan pernikahan kini seolah kehilangan itu semua saat tahu bahwa ia, wanita yang kau cinta yang akan menikah.
Aku yakin sebentar lagi luka yang menganga itu akan segera terobati. Tidak perduli berapa parah, betapa berdarah-darah engkau terluka. Saat penawarnya sudah tiba, bahkan kenangannya pun kau akan lupa. Sebentar lagi sahabat, Insyaallah. Dan engkau pun bisa berikrar setia.
Tidak ada yang menjamin bahwa hubungan yang telah terjalin dengan sangat baik dapat berakhir di pelaminan. Aku mengenal dua orang sahabat yang pernah melangkahkan kaki seirama, beriringan dalam ikatan amanah. Banyaknya interaksi membuat mereka dekat. Kedekatan keduanya memang sulit terdeteksi oleh orang-orang. Hubungan yang terus dipupuk dan tumbuh itu kemudian mekar dengan lahirnya niatan sang pria untuk meminang sang gadis impian demi sebuah hubungan yang jauh lebih halal. Tapi semua tidak berjalan dengan sempurna.
“Aku batal menikah dengannya”ujarmu saat kau bercerita hari itu. Aku yang mendengar hanya bisa tertegun, diam. Mencoba untuk membesarkan hatimu bahwa jodoh itu sudah diatur dan jika memang berjodoh Insyaallah pasti dipertemukan kembali.
Aku pun bertanya apa yang menjadi penyebab kegagalan pernikahan tersebut. Dengan suara parau dan nada sedih kau mengatakan bahwa ada sedikit perbedaan pandangan dari keluarga perempuan. Ah, aku ikut sedih saat itu. Membayangkan betapa hancurnya hatimu dan hati sang wanita ketika pernikahan batal karena adanya perbedaan pendapat di antara keluarga. Aku pun sadar bahwa menikah bukan sekedar menyatukan dua orang manusia dalam suatu ikatan. Lebih jauh menikah merupakan janji yang mampu mengikat dua orang keluarga, dua sistem yang mungkin bersebrangan satu sama lain. Dan ketika terdapat celah di salah satunya maka menikah justru bisa menjadi masalah.
Padahal tahukah engkau sahabat. Bahwa setiap orang mengira kalian akan bersatu dalam sebuah janji suci. Kau dan dia sesungguhnya sangatlah serasi. Kau sholeh dan dia sholehah. Dia dewasa kau pun juga.
Tapi, Mungkin tuhan telah menciptakan skenario yang jauh lebih indah dari apa yang sudah kita bayangkan selama ini. Dalam hati berharap dia yang akan menikah denganmu, tapi mungkin Allah telah menyiapkan calon pengganti yang jauh lebih menyejukkan hati. Dalam doa terselip untaian kata untuk menjadi pasangannya, namun Allah lebih tahu mana yang akan berakhir dengan kisah bahagia.
Kini dia, sang wanita telah menyiapkan pernikahannya. Bersiap untuk menjadi seorang istri sholehah. Seperti yang aku dan kau pun tahu, bahwa pria yang mempersuntingnya bukan engkau wahai sahabat. Aku tak tahu siapa pria itu. Tapi seperti yang aku dan kau pun yakini bahwa laki-laki tersebut pasti bukan pria asal-asalan. Dia pasti laki-laki dengan segudang prestasi, dengan segenap keluarbiasaan sama halnya dengan sang wanita. Tidak, bukan berarti kau tidak berprestasi. Bukan berarti kau tidak luar biasa. Tapi, seperti apa yang ustad pernah sampaikan
“Wanita yang kau cintai mungkin memang wanita yang terbaik, tapi tidak terbaik untukmu. Dia terbaik untuk orang lain”.
Kini taujih saat itu seolah kembali berdengung di telingaku. Aku sejenak berpikir, mungkin pria yang namanya tertera di undangan tersebut adalah pria yang terbaik buat dia, teman wanita kita. Aku percaya kau pasti memiliki pikiran yang sama.
Tak usah kau sembunyikan sahabat, tak usah kau tutup-tutupi. Aku tahu kau sedih. Aku tahu mungkin saat ini hatimu sedang kalut, remuk redam. Mungkin saja kau berandai-andai bahwa harusnya namamu yang tertera di undangan itu. Tidak apa apa, berceritalah.
Dari sms mu aku bisa merasakan betapa kekecewaan itu masih terpendam. Saat kau ragu akan ajakanku untuk datang ke walimahnya. Kau yang biasanya bersemangat setiap kali ada undangan pernikahan kini seolah kehilangan itu semua saat tahu bahwa ia, wanita yang kau cinta yang akan menikah.
Aku yakin sebentar lagi luka yang menganga itu akan segera terobati. Tidak perduli berapa parah, betapa berdarah-darah engkau terluka. Saat penawarnya sudah tiba, bahkan kenangannya pun kau akan lupa. Sebentar lagi sahabat, Insyaallah. Dan engkau pun bisa berikrar setia.